Skip to main content

[ Penelitian Kualitatif ] : Fenomenology

Fenomenologi, yang awalnya dimengerti sebagai suatu aliran filsafat, juga merupakan salah satu jenis metode penelitian kualitatif (Raco 2010). Kata fenomelogi berasal dari kata Yunani 'phenomenon' yang berarti sesuatu yang tampak atau gejala dan ‘logos’ yang berarti ilmu. Oleh karena itu, fenomenologi erat kaitannya dengan segala yang tampak dalam keseharian atau realitas kehidupan/pengalaman manusia.
“Jika studi naratif melaporkan cerita tentang pengalaman dari seorang individu atau beberapa individu, studi fenomenologis mendeskripsikan pemaknaan umum dari sejumlah individu terhadap berbagai pengalaman hidup mereka terkait dengan konsep atau fenomena” (J. W. Creswell 2015). Dengan demikian, penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi lebih menekankan pada pendalaman makna sebuah fenomena sehingga dapat dipahami karakteristik/gajala/ciri-cirinya.
Ada banyak sekali fenomena yang dialami oleh sekelompok individu, termasuk dalam dunia pendidikan. Misalnya saja fenomena mencontek. Terlebih dahulu, penelitian difokuskan pada perilaku siswa saat pembelajaran di kelas yang memiliki karakter mencontek saat ujian. Hal ini bisa dikaji dengan metode penelitian fenomenologi.
Menggunakan pendekatan fenomenologi, penelitian tentang fenomena mencontek tersebut berusaha untuk mengungkap kesamaan pengalaman dan perilaku siswa bersangkutan saat mengikuti pembelajaran di kelas, serta bagaimana pandangan siswa tersebut terhadap masa depan. Dengan demikian, data yang dikumpulkan dalam studi fenomologi bukan berupa eksplanatori atau pun analisis, tetapi berupa narasi.
Tujuan dari penelitian dengan pendekatan fenomenologi adalah mereduksi pengalaman individu terhadap suatu fenomena ke dalam deskripsi yang menjelaskan tentang esensi universal dari fenomena tersebut (Sosiologis.com 2018). Seperti dalam contoh di atas, mencontek adalah suatu pengalaman individu. Tentu peneliti akan berusaha menggali kasus tersebut dengan mengumpulkan data dari beberapa individu sehingga memperoleh makna yang dapat diatasnamakan secara universal.

Partisipan
Dalam penelitian fenomenologi, pastisipan tentunya relatif homogen karena harus memiliki pengalaman yang sama terhadap fenomena terkait (Yüksel and Yıldırım 2015). Selain itu, individu-individu yang akan dilibatkan dalam studi fenomenologi disarankan yang memiliki pengalaman sangat mendalam/berkesan dan signifikan terhadap fenomena yang akan diinvestigasi.

Prosedur
Informasi yang diperoleh berdasarkan keterangan langsung (lisan) menjadi data yang wajib dikumpulkan apabila peneliti melakukan penelitian dengan pendekatan fenomenologi. Oleh karena itu, dibutuhkan keterbukaan narasumber yang bersangkutan (informan) untuk mengungkapkan apa yang dialaminya terkait pengalaman yang akan diteliti. Terdapat empat tahapan yang perlu dilakukan dalam melaksanakan penelitian dengan metode fenomenologi (J. W. Creswell 2015), yaitu sebagai berikut.
1.  Tentu peneliti terlebih dahulu harus mengidentifikasi apakah masalah dalam penelitiannya tepat menggunakan pendekatan fenomenologi. Tipe permasalahan yang paling cocok untuk bentuk riset ini adalah permasalahan untuk memahami pengalaman yang sama dari beberapa individu terhadap suatu fenomena. Sehingga, penting untuk memahami tujuan dari penelitian: apakah dalam rangka mengembangkan praktik/kebijakan, atau mendalami ciri-ciri fenomena terkait?
2.    Data dikumpulkan dari individu (bisa 5 hingga 25 individu) yang telah mengalami fenomena tersebut, dengan cara melakukan wawancara mendalam. Selain itu, bentuk-bentuk data lain seperti observasi, jurnal, catatan, dan segala bentuk dokumen lain bisa dijadikan sumber informasi. Peneliti harus mencantumkan “percakapan yang direkam, respons yang ditulis secara formal, dan laporan tentang beragam pengalaman dari drama film, puisi, dan novel” (Van Manen dalam Creswell 2015).
3.  Seorang peneliti harus melepaskan dirinya dari dugaan-dugaan awal penelitian, artinya peneliti tidak bisa melibatkan penelitian dengan pengalaman pribadinya. Hal ini dilakukan untuk membantu peneliti dalam meperoleh pemahaman sedalam dan seobjektif mungkin mengenai fenomena yang dialami oleh informan tanpa kontaminasi pengalaman yang dialami secara personal oleh peneliti. Misalnya saja dalam penelitian mengenai perilaku peserta didik yang mencontek seperti di atas, peneliti ternyata juga memiliki pengalaman mencontek. Tentu peneliti memiliki asumsi tersendiri terhadap fenomena tersebut berdasarkan pengalamannya sehingga bisa saja menjelaskan secara lebih lengkap. Akan tetapi, peneliti harus meninggalkan pengalaman tersebut agar kesimpulan yang didapat bisa tepat dan sesuai.
4.   Analisis data fenomenologi dilakukan dengan memerika data (misal transkrip wawancara) dan menyorot berbagai “pernyataan penting”, kalimat, atau kutipan yang dapat “memberikan pemahaman tentang bagaimana para pertisipan mengalami fenomena tersebut”.
5.  Penentuan deskripsi tekstural (deskripsi tentang apa yang dialami oleh partisipan) dan deskripsi structural/variasi imajinatif (deskripsi tentang konteks atau latar yang mempengaruhi bagaimana para partisipan mengalami fenomena tersebut). Selanjutnya, peneliti menulis deksripsi gabungan (struktur invariant esensial) yang merepresentasikan makna dari fenomena yang diteliti.

Penelitian dengan pendekatan fenomenologi menuntut peneliti untuk memiliki wawasan filosofis yang mendalam dan luas, dan tentu saja hal tersebut tidka mudah karena ide filosofis berupa “konsep abstrak dan tidak mudah terlihat” (J. W. Creswell 2015). Selain itu, partisipan yang dipilih dalam studi fenomenologi harus mengalami fenomena yang dimaksud agar dapat membentuk pemahaman yang sama, maka harus dipilh dengan hati-hati. Dalam menganalisis data pun, peneliti memiliki tantangan agar tidak melibatkan asumsi probadi ke dalam topik yang ditulis

Daftar Pustaka


Creswell, John W. 2015. Penelitian Kualitatif dan Desain Riset. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
n.d. "Qualitative Research Design." 171-184. Accessed 12 2, 2018. http://health.prenhall.com/nieswiadomy/pdf/NIESWIADOMY10.pdf.
Raco, J. R. 2010. Metode Penelitian Kualitatif: jenis, Karakteristik, dan Keunggulannya. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana.
2018. Sosiologis.com. Mei 22. Accessed November 30, 2018. https://sosiologis.com/fenomenologi.
Yüksel, Pelin, and Soner Yıldırım. 2015. "Theoretical Frameworks, Methods, and Procedures for Conducting Phenomenological Studies in Educational Settings." Turkish Online Journal of Qualitative Inquiry 6 (1): 1-20.



Comments

Popular posts from this blog

[ Penelitian Kualitatif ] : Grounded Theory

Menurut Corbin dan Strauss (Creswell 2015) , “jika riset naratif berfokus pada cerita individual yang dituturkan oleh para partisipan, dan fenomenologi menekankan pengalaman yang sama pada sejumlah individu, tujuan dari studi grounded theory adalah untuk bergerak ke luar dari deskripsi dan untuk memunculkan atau menemukan teori”.  Secara ringkas, grounded-theory merupakan salah satu “metode kualitatif yang bertujuan menemukan teori baru” (Raco 2010) . Akan tetapi, dalam pengembangan teori didasarkan pada data empiris (data hasil penelitian terhadap para partisipan), tidak hanya teori secara deduktif logis (Muhadjir dalam Pastowo 2012). Kajian dengan pendekatan grounded theory bertujuan untuk memunculkan teori (lengkap dengan diagram dan hipotesis) tentang aksi, interaksi, atau proses dengan saling menghubungkan kategori informasi berdasarkan pada data yang dikumpulkan dari individu. Karakteristik Kajian dengan Pendekatan Grounded Theory Menurut beberapa peneliti (Prastowo 20

[ Penelitian Kualitatif ] : Penelitian Tindakan Kelas

Saat ini, perbaikan kualitas dan pengembangan praktik di bidang pendidikan menjadi fokus perhatian di berbagai negara, termasuk Indonesia. Kurikulum dan regulasi terus dikaji dan diperbaiki guna mewujudkan cita-cita/tujuan pendidikan secara evektif dan efisien. Banyak upaya yang telah dilakukan seperti mengimplementasikan kurikulum yang berusaha memenuhi tuntutan kemajuan di masa depan, meningkatkan profesionalisme guru, dan merancang pembelajaran dengan iklim yang kreatif dan inovatif. Salah satu upaya yang tidak ketinggalan untuk diimplementasikan adalah pemanfaatan hasil-hasil penelitian untuk pengampilan kebijakan pendidikan, serta yang lebih mikro adalah untuk perbaikan pembelajaran. Hal ini dikemukakan oleh Dantes (2012) , yang kemudian mengenalkan pendekatan RDD ( Research à Development à Dissemination ) yang biasa digunakan dalam penelitian untuk kepentingan pendidikan. Akan tetapi, selanjutnya Dantes memberikan penyadaran bahwa penelitian tidak begitu saja dapat secara l

[ Penelitian Kualitatif ] : Studi Kasus

Studi kasus merupakan salah satu metode penelitian kualitatif yang dikenalkan oleh John Creswell (Raco 2010) . Jelasnya, studi kasus merupakan suatu hasil eksplorasi dari sistem-sistem yang terkait ( bounded system ) atau kasus. Dengan demikian, penelitian dengan metode ini bermaksud hendak mendalami suatu kasus tertentu secara keseluruhan dengan melihat peristiwa-peristiwa yang terjadi agar dapat ditentukan kekhususannya. Kasus yang dipelajari dalam penelitian dengan pendekatan studi kasus dapat berupa program, peristiwa, aktivitas, atau individu, serta dibatasi waktu dan tempat (Rahmat 2009) . Untuk selanjutnya, penelitian inni diharapkan dapat membantu pribadi, masyarakat, komunitas, atau bahkan negara untuk memahami dan mengatasi masalah yang sedang dihadapi atau yang akan dihadapi. Studi kasus dapat berbentuk eksploratif, deskriptif, dan eksplanatori. Studi kasus eksploratif biasanya bertujuan untuk menentukan hipotesis dengan terlebih dahulu mencari tahu secara mendalam t