Saat
ini, perbaikan kualitas dan pengembangan praktik di bidang pendidikan menjadi
fokus perhatian di berbagai negara, termasuk Indonesia. Kurikulum dan regulasi
terus dikaji dan diperbaiki guna mewujudkan cita-cita/tujuan pendidikan secara
evektif dan efisien. Banyak upaya yang telah dilakukan seperti
mengimplementasikan kurikulum yang berusaha memenuhi tuntutan kemajuan di masa
depan, meningkatkan profesionalisme guru, dan merancang pembelajaran dengan iklim
yang kreatif dan inovatif. Salah satu upaya yang tidak ketinggalan untuk
diimplementasikan adalah pemanfaatan hasil-hasil penelitian untuk pengampilan
kebijakan pendidikan, serta yang lebih mikro adalah untuk perbaikan
pembelajaran. Hal ini dikemukakan oleh Dantes (2012) , yang kemudian
mengenalkan pendekatan RDD (Research à Development
à Dissemination)
yang biasa digunakan dalam penelitian untuk kepentingan pendidikan. Akan
tetapi, selanjutnya Dantes memberikan penyadaran bahwa penelitian tidak begitu
saja dapat secara langsung mempengaruhi praktik pembelajaran di kelas karena
beberapa alasan berikut.
1.
Penelitian
tersebut dilakukan oleh peneliti seperti dosen maupun peneliti dari lembaga
penelitian lain. Sekolah hanya digunakan sebagai kancah (setting) penelitian,
yang permasalahan penelitiannya ditentukan oleh peneliti, bukan masalah-masalah
real yang terjadi di kancah tersebut.
2. Masalah yang
dibawa dari luar membuat guru tidak terlibat secara lansung dalam menentukan masalah
sehingga tidak begitu dihayati oleh guru dan menyebabkan tidak terjadinya
pembentukan pengethauan (knowledge
construction). Guru jadi tidak ada masukan dan pengalaman yang dapat
dipakai guna meningkatkan pembelajarannya.
3. Dalam menyebarluaskan
hasil-hasil penelitian, memelukan waktu yang cukup lama karena harus melalui
prosedur diseminasi yang sangat panjang, meliputi berbagai kegiatan seperti
penerjemahan hasil-hasil penelitian tersebut dalam suatu program, di samping
prosedur birokratik yang kadang-kadang sangat melelahkan.
Menghadapi
beberapa permasalahan tersebut, muncul berbagai orientasi baru dalam cara
memandang proses pembelajaran hingga tercentuk beberapa bentuk penelitian
praktis yang dilakukn dengan maksud perbaikan pembelajaran meliputi: a.
mengajar reflektif (reflective teaching),
b. penelitian tindakan (action research),
c. penelitian kelas (classroom research),
yang selanjutnya berkembang menjadi penelitian tindakan kelas (classroom action research).
Menurut
Streubert & Carpenter (Qualitative Research Design n.d.) penelitian tindakan (action research), merupakan salah satu tipe penelitian kualitatif
yang bertujuan untuk membantu pencarian solusi atau penentuan tindakan yang
tepat. Hal ini dilakukan guna memberikan dampak yang signifikan terhadap proses
yang dikaji setelah mengambil tindakan tersebut. Dengan demikian, solusi yang
ditemukan melalui penelitian ini menjadi bagian yang sangat aktual sehingga
sebisa mungkin harus langsung diimplementasikan.
Prinsip Penelitian Tindakan Kelas
Orientasi
pelaksanaan penelitian praktis memunculkan penelitian tindakan kelas (PTK),
yang saat ini berkembang sangat pesat di kalangan guru, karena guru berperan
sebagai pelaku penelitian langsung. Sebagai peneliti, guru dapat membangun
pengetahuannya sendiri melalui praktik pembelajaran sehingga dapat terjadi
peningkatan efektivitas dan perbaikan hasil pembelajaran. Dantes (2012)
menyebutkan minimal terdapat enam prinsip yang mendasari penelitian tindakan
kelas (PTK) yaitu sebagai berikut.
1.
Menyelenggarakan
pembelajaran yang berkualitas adalah tugas utama guru sehingga peningkatan
kualitas pembelajaran menjadi salah satu komitmen guru. PTK memfasilitasi guru
untuk mempelajari permasalahan pembelajaran yang dihadapi dan mengupayakan
tindakan terbaik untuk mengatasinya.
2.
Meneliti adalah
tugas integral dari pembelajaran sehingga guru tidak memerlukan waktu khusus
untuk menangani penelitian yang dilakukannya karena penelitian tersebut
dilakukan guru di dalam kelas yang dikelolanya.
3.
Kegiatan
penelitian yang dilakukan oleh guru harus tetap bersandar pada kaidah-kaidah
penelitian sebagai suatu karya ilmiah (an
inquiry).
4.
Masalah-masalah
yang ditangani adalah masalah pembelajaran yang real (langsung dialami guru)
sehingga tinjauan terhadap pustaka dan teori semata-mata hanya sebagai dukungan
terhadap masalah real tersebut. Hal ini dikarenakan masalah yang lahir dari
kajian teori dianggap tidak relevan dan melanggar otentitas masalah PTK.
5.
Guru diharapkan
menkaji masalah-masalah pembelajarannya secara kontinyu
6.
Cakupan
permasalahan hendaknya tidak terbatas pada permasalahan yang ditemui di dalam
kelas, tetapi juga dapat diperluas pada masalah persekolahan maupun pendidikan.
Prosedur Penelitian PTK
Berdasarkan
Khasinah (2013) , pelaksanaan
penelitian tindakan kelas telah didesain
dalam empat langkah; (1) mengidentifikasi masalah, kepentingan, dan isu, agar
dapat merencanakan tindakan (planning),
(2) menerapkan tindakan (implementing),
(3) mengamati tindakan (observing), (4)
merefleksi hasil observasi (reflection).
Desain PTK umumnya dimodelkan dalam suatu siklus, lebih jelasnya amati model
berikut.
Gambar 1 Model Penelitian Tindakan Kelas |
Secara
lebih rinci, Dantes (2012) telah menjelaskan
fase tahap penelitian tindakan kelas tersebut sebagai berikut.
1.
Fase Perencanaan
(Planning)
Pada
siklus pertama, perencanaan tindakan dikembangkan berdasarkan masalah yang
ditemukan dari hasil observasi awal, kemudian ditetapkan dan dibuat perencanaan
kegiatan pembelajaran. Perencanaan dilakukan sebagaimana persiapan kegiatan
belajar mengajar (KBM) sehari-hari
seperti menyiapkan media, lembar observasi, tes, dan catatan harian.
2.
Fase pelaksanaan
(Action)
Setelah
pelaksanaan KBM direncanakan, maka selanjutnya adalah melaksanakan skenario
pembelajaran yang telah disusun ke dalam proses KBM sehari-hari.
3.
Fase
observasi/Pemantauan (observation)
Beberapa
kegiatan, seperti pengumpulan data, dilakukan dalam fase observasi. Untuk
mendapatkan data, diperlukan instrumen dan prosedur pengumpulan data. Selain
itu, analisis dan interpretasi terhadap data
juga dilakukan. Fase ini berlangsung bersamaan dengan pelaksanaan tindakan (action).
4.
Fase refleksi (refection)
Kegiatan
refleksi terdiri dari refleksi kritis dan refleksi diri. Refleksi kritis adalah
pemahaman secara mendalam atas temuan siklus tersebut, dan rekfleksi diri
adalah mengkaji kelebihan dan kekurangan yang terjadi selama siklus
berlangsung. Dengan demikian, fase ini berisi kegiatan analisis data, pemaknaan
hasil analisis, pembahasan, penyimpulan, dan identifikasi upaya tindak lanjut.
Hasil identifikasi tindak lanjut, selanjutnya menjadi dasar dalam menyusun
perencanaan (planning) siklus
berikutnya.
Daftar Pustaka
Dantes, Nyoman. 2012. Metode
Penelitian. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Khasinah,
Siti. 2013. "Classroom Action Research." Jurnal Pionir 1:
107-114.
n.d.
"Qualitative Research Design." 171-184. Accessed 12 2, 2018.
http://health.prenhall.com/nieswiadomy/pdf/NIESWIADOMY10.pdf.
Comments
Post a Comment