Setiap manusia hidup membawa cerita. Lewat interaksi sosial dan kesempatan bertemu dengan individu lain, manusia saling berbagi dan menghidupkan cerita, baik yang mereka alami sendiri atau pun dari pengalaman orang lain. Soal sekolah, isu pendidikan, kondisi ekonomi, dan lain sebagaimanya, menjadi persoalan yang kerap diperbincangkan dan menggariskan pengalaman tersendiri pada setiap individu. Bagi seorang peneliti, cerita-cerita demikian bisa menjadi harta karun yang berharga untuk diselami. Secara tak langsung, cerita yang peneliti tuliskan dalam bentuk narasi kualitatif tersebut dapat bermanfaat bagi khalayak umum untuk mengambil kebijakan atau keputusan.
Definisi
Sesuai asal katanya, narrate yang berarti menceritakan, penelitian kualitatif dengan pendekatan naratif menyajikan sebuah cerita tentang individu secara detail. Cara peneliti dalam merinci setiap cerita yang ada diibaratkan oleh Kurnia (2007) seperti “seseorang yang berjalan perlahan mengitari sebuah patung, bagaikan langkah kaki satu demi satu menuruni tangga, atau seperti berjalan dari ruang ke ruang di sebuah rumah”. Lanjutnya, peristiwa demi peristiwa seakan dirajut perlahan mengikuti benang waktu, sehingga laporan penelitian dengan gaya naratif mampu menghablurkan batas-batas fiksi, jurnalisme, dan laporan akademis.
Biasanya, penelitian kualitatif dengan pendekatan naratif ini digunakan untuk mengkaji ilmu-ilmu sosial, tetapi tidak menutup kemungkinan disiplin ilmu lain juga bisa menggunakan metode ini. Proses yang harus ditempuh untuk mendapatkan narasi yang sesuai dengan fakta yang ada sehingga pembaca bisa ikut merasakan berada dalam cerita tentu tidak sederhana dan sebentar. Cerita dikumpulkan tidak hanya cukup dengan mendengar atau bertemu dengan pelaku atau orang dekat pelaku yang ingin dihadirkan dalam cerita. Namun juga mengadakan wawancara dengan orang-orang yang ada di sekitar tempat tinggal tokoh, bahkan ada yang sampai hidup di sana dalam jangka waktu tertentu untuk mendapatkan gambaran yang sempurna.
Struktur Penelitian Naratif
Terdapat proses dalam melaksanakan penelitian dengan pendekatan naratif. Berikut unsur-unsur yang dijelaskan oleh Creswell (2012) sebagai karakteristik yang dimiliki oleh studi naratif.
1. Pengalaman individu
Sebagaimana dijelaskan di atas, pengalaman seorang individu menjadi fokus utama dari penelitian dengan pendekatan naratif. Meskipun demikian, bukan berarti dalam penelitian tersebut hanya menyoroti seorang individu, melainkan dapat menyajikan satu atau lebih individu. Intinya, peneliti fokus pada bagaimana memahami sejarah atau pengalaman seseorang di masa lalu dan bagaimana pengalaman tersebut dapat berpengaruh terhadap kehidupan sekarang dan masa depan (Creswell 2012) .
2. Kronologi (Jalan Cerita)
Ketika peneliti menggali pengalaman individu, mereka memperoleh berbagai informasi dan gambaran mengenai masa lalu, masa sekarang, bahkan masa depan partisipan. Hal tersebut dijelaskan oleh Creswell (2012) sebagai ‘kronologi’, yang berarti bahwa peneliti menganalisa dan menulis tentang kehidupan individu menggunakan urutan waktu dan kejadian. Misalnya saja, sebuah penelitian mengusung cerita bagaimana seorang guru matematika menjadi guru yang kreatif dan inovatif dan menjadi inspirasi di dunia pendidikan. Tentu dalam laporannya, peneliti menyertakan bagaimana guru tersebut mengajar di masa lalu – yakni ketika guru tersebut mengajar untuk pertama kalinya, masa sekarang – ketika telah banyak pengalaman dan mendapatkan berbagai evaluasi, kemudian rencana pembelajaran yang akan guru tersebut kembangkan di masa depan.
3. Pengumpulan detail cerita
Seperti yang banyak ditemui pada novel yang bagus, cerita yang disajikan dalam studi naratif menurut Carter (Creswell 2012) juga harus memuat aspek konflik (perjuangan atau masa-masa sulit), karakter tokoh, dan serentetan kejadian yang saling terkait (plot). Hal ini menjadi PR tersendiri bagi seorang peneliti; bagaimana agar dapat menangkap seluruh kejadian yang menjadi kunci sebuah cerita (key event). Kurnia (2007) mengurai key event tersebut menjadi empat jenis:
a. Kejadian penting yang menyentuh hidup seseorang
b. Akumulasi atau representasi dari berbagai kejadian yang berlangsung lama
c. Kejadian kecil tapi berkesan
d. Berbagai episode atau menghidupkan kembali berbagai kejadian penting yang terkait dengan pengalaman tertentu
Serpihan-serpihan cerita dapat dikumpulkan oleh peneliti melalui diskusi, ngobrol, dan wawancara dengan partisipan. Selain itu, peneliti juga dapat melihat jurnal perjalanan hidup, surat-surat, foto-foto, dan berbagai kotak kenangan yang dimiliki oleh partisipan – menanyakannnya kembali dengan maksud membangkitkan lagi kenangan yang boleh jadi merupakan kejadian paling penting.
4. Menceritakan kembali
Setelah peneliti mengumpulkan cerita mengenai pengalaman partisipan, menceritakan kembali (restrorying) atau suatu proses menggabungkan cerita, menganalisis, dan menulisnya ulang sebagai suatu kesatuan cerita yang urut dan utuh adalah hal yang harus dilakukan peneliti selanjutnya. Cresswell (2012) telah menawarkan bantuan dengan menjelaskan tiga tahap restorying sebagai berikut.
a. Tahap 1 – peneliti menyalin hasil wawancara/percakapan dari alat perekam ke dalam teks tertulis
b. Tahap 2 – teks hasil transkripsi dianalisis dan diidentifikasi ke dalam elemen-elemen cerita. Misalnya, kode [s] menunjukkan tempat, [c] adalah karakter/tokoh, [a] adalah aksi, [p] adalah problem/ masalah, dan [r] adalah resolusi/penyelesaian masalah. Setiap kode ditulis di akhir kalimat.
c. Tahap 3 – peneliti menuliskan setiap kejadian ke dalam poin-poin cerita yang runtut.
Tahap 1 -3 dapat ditulis ke dalam sebuah tabel yang terdiri dari tiga kolom (kolom salinan rekaman, teks yang sudah diidentifikasi, dan kolom penceritaan kembali yang berupa poin-poin)
5. Membagi cerita ke dalam tema-tema
Setelah menceritakan kembali seluruh cerita secara utuh, peneliti dapat melakukan segmentasi cerita (membagi cerita ke dalam beberapa tema).
6. Konteks atau Setting
Dalam menggambarkan pengalaman seseorang, peneliti tentu menyertakan detail setting atau konteks dari cerita tersebut. Setting dalam studi naratif bisa berupa teman, keluarga, tempat kerja, rumah, organisasi sosial, atau sekolah – atau berbagai tempat di mana cerita tersebut berlangsung.
7. Kerjasama dengan Partisipan
Dalam proses mengumpulkan informasi, perlu kerjasama yang baik antara peneliti dan partisipan. Kerjasama yang baik tersebut perlu dibangun agar dalam memutuskan sumber informasi, mengumpulkan, menata, hingga menganalisis informasi yang diperoleh bisa tepat dan meminimalisasi batas atau miskonsepsi antara yang diceritakan secara lisan dan yang dituliskan kembali dalam bentuk teks.
Prosedur Melaksanakan Penelitian Naratif
Secara ringkas, langkah-langkah melaksanakan penelitian kualitatif dengan pendekatan naratif menurut Creswell (2012) adalah sebagai berikut.
1. Identifikasi fenomena dengan mengeksplorasi masalah-masalah yang ada di dunia pendidikan
2. Pilih individu yang dijadikan subjek penelitian dengan tujuan tertentu, yakni seseorang yang bisa membuatmu belajar banyak mengenai fenomena yang akan kamu teliti
3. Kumpulkan seluruh cerita dari orang tersebut
4. Ceritakan kembali apa yang diceritakan orang tersebut
5. Jalin kerjasama yang baik dengan partisipan
6. Sajikan sebuah cerita yang utuh tentang pengalaman partisipan mengenai fenomena terkait
7. Adakan validasi keakuratan cerita
Daftar Pustaka
Creswell, John W. 2012. Educational Research: Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research. 4th. Boston: Pearson Education, Inc.
Kurnia, Septiawan Santana. 2007. Menulis Ilmiah Metode Kualitatif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Comments
Post a Comment